Nama Buku : Rumah Tanpa Tangga
Penulis : Latif Fianto
Penerbit : AJ Group Digital Marketing Developer X Spasi Book
Tahun Terbit : Oktober 2019
Isbn : 978-602-0708-44-7
Dimensi Buku : 152 Hlm, 14x20 cm
Harga Buku : Rp. 58.000.,
Mungkin karena rumahku yang tidak menjanjikan keindahan, apalagi terasnya sudah nyaris roboh, hanya menunggu waktu untuk melihat atapnya menyentuh tanah.” (Cerita Seputar Rumah Tanpa Tangga, hal 51)
Waktu pertama kali membaca judulnya, saya sudah berfikir ‘Wah, sebentar
lagi saya akan mulai menangis’. Menurut saya, rumah tanpa tangga punya arti
yang sangat dalam. Mungkin bisa jadi artinya seperti sebuah kehidupan yang
belum komplit, mungkin artinya juga bisa seperti sebuah tempat ternyaman yang
dipilih tapi belum sempurna, atau bisa jadi artinya adalah
kehilangan-kehilangan yang berarti. Karena itulah, untuk saya pribadi, buku ini
jelas menyimpan kesedihan dalam setiap kisahnya yang jelas akan membuat
pembacanya berkaca-kaca. Dan ternyata benar!!
Rumah Tanpa Tangga adalah buku kumpulan cerpen karya Latif Fianto yang
pernah dimuat di media cetak nasional seperti Republika, Radar Surabaya, Minggu
Pagi, Sinar Harapan, Padang Ekspres, Riau Pos, Malang Post, dan lainnya. Berisi
17 cerita pendek yang berfokus pada kisah-kisah cinta dan luka yang berdiri
sendiri satu sama lain, buku ini membawa kesakitan-kesakitan yang tunggal dalam
setiap cerita yang disampaikannya. Rumah Tanpa Tangga adalah kumpulan
cerita-cerita lokal daerah yang kental dengan budaya sehari-hari, yang ditulis
dengan sangat jujur dan alami. Bayangkan saja, lewat satu buku ini, kita akan
menemui beragam cerita yang mengangkat isu mistis daerah, perjodohan,
pernikahan, hingga penipuan.
Seperti pesan yang saya temui dalam cerita ‘Sumberawan’, ‘Air Terjun Putri
Nglirip’, hingga ‘Rumah Kuburan’. Cerpen tersebut menceritakan pengalaman
mistis dan pencarian jati diri tokoh dalam cerita yang kebanyakan sepasang
laki-laki dan perempuan. Sementara ‘lelaki yang menangis lewat petikan gitarnya’
bercerita tentang peristiwa spiritual tokoh pertama yang sangat dalam dan
misterius dan ‘Cerita Seputar Rumah Tanpa Tangga’ menyuguhkan fenomena yang
dialami masyarakat sekitar hingga akhirnya mengajari kita tentang hidup. Dalam
setiap cerita, penulis menyertakan dialog-dialog dari masing-masing tokoh
cerita yang membuat kita sebagai pembaca wajib menyimak pelan-pelan percakapan
tersebut. Meski beberapa yang lain di tulis dengan penuh misteri, Latif Fianto
tidak gagal membuat pembaca terkejut dengan ending cerita. Plot twist yang
disimpan di tengah-tengah cerita membantu sekali pembaca memenuhi isi kepalanya
dengan rasa penasaran sampai akhir.
Latif juga berusaha mengeksplorasi tokoh yang dia jadikan tokoh utama dalam
setiap cerita. Contohnya seperti pada cerpen ‘Perempuan yang Duduk di Dekat
Jendela’ yang menarasikan seorang perempuan yang kerap ditemui tokoh utama
selama Ia mengajar di kelas. Cerita ini agaknya menjelaskan rasa penasaran
tokoh utama pada perempuan tersebut dan akhirnya menemui jawabannya. Juga ada
pula kisah ‘Mukena’ yang menggunakan tokoh perempuan sebagai karakter utamanya.
Di luar dari perkiraan, nyatanya Latif Fianto dapat mendalami perasaan
perempuan yang putus komunikasi dengan laki-laki yang disayanginya. Pun dengan
cerpen berjudul ‘Senja Bersama Aling’ yang menceritakan pengalaman cinta yang
besar tokoh utamanya dengan sosok luar biasa bernama Aling.
Selain penggambaran karakter tokoh yang ditulis Latif Fianto dengan tegas,
dalam buku Rumah Tanpa Tangga, Ia juga menggambarkan keragaman setting cerita yang diambil dari beragam
lokasi, budaya, agama, dan kelompok masyarakat. Contohnya ada pada beberapa
cerita seperti ‘Lelaki Hujan’ dan ‘Api Kenangan’ yang menggambarkan kisah
perjodohan yang sering terjadi. Kisah ‘Sumberawan’ malah mengambil lokasi lokal
di sekitar lingkungan penulis alih-alih mengambil lokasi Ibu Kota atau
Kota-kota besar lain yang khas dengan modernisasi. Banyak juga cerita yang
mengambil latar daerah di pulau Jawa dan ini jelas menunjukkan bahwa penulis
kerap memasukkan perasaannya dan observasinya secara detail ke dalam
cerita-cerita yang ditulisnya.
Apa lagi ya??
Secara garis besar, saya senang dapat membaca buku ini. Buku bercover
Kuning-hitam ini memiliki sampul yang sederhana yang menggambarkan ilustrasi
sebuah rumah kayu di atas dataran tinggi yang terjal, dengan tulisan judul “Rumah
Tanpa Tangga” yang menggunakan pilihan font tegas dan jelas. Pada Cover
belakang, kita juga bisa menemui sinopsis buku yang berasal dari testimoni
sastrawan dan dosen Universitas Brawijaya Malang, Yusri Fajar dan keterangan
buku lainnya seperti logo penerbit dan ISBN. Buku ini pas berada di tangan saya
karena buku ini memiliki komposisi ketebalan yang sedang sehingga tidak akan
susah bila dibawa kemana-mana. Kamu tidak perlu khawatir bila ingin membaca
buku ini di luar kamar karena buku ini tidak berat dan tidak tebal. Buku ini
juga sangat cocok dengan kamu yang sangat suka karya sastra yang lumayan berat
tapi kental dengan nilai-nilai budaya lokal. Juga sangat cocok untuk kamu yang
ingin keluar dari cerita-cerita berbau happy
ending yang begitu-begitu saja. Meskipun demikian, beberapa cerita
sepertinya terkesan di selesaikan dengan tergesa dan membuat penulisannya
kadang kurang memiliki fokus. Meski demikian tulisannya yang sederhana mampu
membawa pikiran pembaca ke dalam inti cerita lagi. (Nil)
Tidak, ini lebih dari yang kamu rasakan. Setiap orang pasti pernah jatuh dan terluka. Tapi setiap yang jatuh dan terluka pasti memiliki kadar yang berbeda.” (Lelaki Yang Menangis Lewat Petikan Gitarnya, hal 35)