REVIEW : Buku Kollontai 150: Sepilihan Tulisan

 


Nama Buku : Kollontai 150: Sepilihan Tulisan

Penulis  : Alexandra Kollontai

Penerbit  : Marjin Kiri

Tahun Terbit : Cetakan Pertama, Februari 2023

 

“Solidaritas bukan sekedar kesadaran akan kepentingan bersama, tetapi juga ikatan intelektual dan spiritual yang terjalin di antara para anggota kolektif pekerja. Namun, tatanan sosial yang dibangun berdasarkan solidaritas dan kerjasama masih juga mensyaratkan agar masyarakat ini juga memiliki ‘potensi cinta’ yang sudah maju, taitu kemampuan seseorang untuk bersimpati”

 

Terus terang, saya jarang membaca buku feminis beraliran sosialis. Saya tidak terlalu mengenali tokoh feminis sosialis. Tetapi, Alexandra kollontai, lain cerita. Dari sosok inilah saya mengenal isue buruh dan dan bagaimana pandangan perempuan dalam isu ini.

Bagi yang belum kenal sosok Alexandra kollontai, Ia adalah pejuang pembebasan perempuan dan tokoh kunci feminisme marxis. Dia terjun ke dalam politik radikal pada 1890-an dan bergabung dengan Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia pada 1899. Perjalanan politiknya diwarnai dengan pemaksaan melarikan diri dari Rusia akibat aktivitasnya yang berani melawan kebijakan saat itu, sehingga juga membuatnya berkeliling Eropa dan AS dan baru membuatnya kembali ke Rusia sesudah Revolusi Februari 1917 yang menggulingkan tsar. Ia juga menjadi anggota Komite Sentral Partai dan perempuan pertama dalam kabinet sebagai Komisar Kesejahteraan Rakyat dalam pemerintahan Lenin. Kollontai juga mendirikan Zhenotdel yang bekerja meningkatkan status perempuan di Uni Soviet. Keberaniannya menentang birokratisme Partai membuatnya harus disisihkan dalam politik. Meski demikian, kollontai pernah menjadi duta besar untuk Swedia pada 1943.

Buku ini lahir dan diterbitkan untuk memeringati 150 tahun kelahiran Alexandra Kollontai, sebagai seorang revolusioner Rusia dan perempuan pertama di dunia yang pernah menjadi bagian pemerintahan. Buku ini memuat empat tulisan terpilih seperti ‘Landasan Sosial Isu-isi perempuan’, ‘Hari Perempuan Internasional’, “Beri Jalan untuk Eros Bersayap! Surat untuk Para Pekerja Muda’, hingga ‘Sasaran dan Nilai hidup saya’. Selain itu juga ada dua tulisan pembuka berjudul‘Dalam nama kesetaraan, kemerdekaan dan cinta’ Julia Camara dan ‘Maret yang kita bawa di Tangan kita - Sebuah tribut sahaja untuk Alexandra Kollontai’ Andrea Francine Batista dan Atiliana Da Silva Vicente Brunetto. Kebanyakan dari tulisan Kollontai tentunya membahas terkait perjalanannya memilih isu ini sebagai ideologinya dalam bermasyarakat dan berpolitik, serta mengulas beragam pandangannya tentang hubungan cinta, hubungan seksual dan peran perempuan dalam politik.

Sebagai seorang pembaca, saya pribadi menyukai bagaimana cara penulis membagikan essai demi essai. Seperti benar-benar diceritakan langsung oleh Kollontai dan membuat saya manggut-manggut kepala. Saya akhirnya memahami bagaimana Kollontai betul-betul dalam menganggap cinta sebagai bagian dari kekuatan perempuan yang dapat sangat menguatkan gerakan. Seperti ketika Kollontai menjelaskan cinta yang komprehensif melalui diri satu orang tunggal, selain tidak akan mungkin tercapai, juga merupakan kontradiksi langsung dengan kepentingan kelas kita.

“Cinta-persahabatan: cinta yang didasarkan pada kebebasan penuh, kesetaraan, dan solidaritas perkawanan, dimana yang berarti bukanlah bentuknya melainkan kandungan dari ikatan emosional itu. Ia mencakup kesalingsetaraan dan pengakuan atas hak-hak dan kedekatan yang dipijakkan kepada kekameradan”

 

Kollontai juga menjelaskan makna perjuangan perempuan bukanlah untuk mengunggulkan satu jenis kelamin di atas jenis kelamin lainnya, atau membanding-bandingkan otak fisik dan mental antara laki-laki dan perempuan, tetapi hanya untuk mengakui perbedaan yang ada secara alamiah antara setiap jenis kelamin.

“Kita hanya menuntut satu hal, yakni agar setiap pribadi, entah itu laki-laki atau perempuan, diberi peluang riil untuk dapat dengan bebas dan seutuhnya menentukan nasib sendiri, agar dibukakan ruang yang lebih besar untuk mengembangkan diri sekaligus menerapkan kecenderungan-kecenderungan alami mereka.”

Kollontai menyadari bahwa perjuangan yang menyatukan cinta adalah support terbaik yang dapat dilakukan. Pandangan sepintas terhadap evolusi aspirasi hubungan cinta pernikahan akan membantu kawan-kawan pemuda, dalam menyadari dan memahami bahwa cinta sama sekali bukan ‘urusan pribadi’ sebagaimana yang terlihat pada pandangan pertama.

“Cinta adalah faktor psikologis, jiwa dan sosial yang berharga, yang secara naluri menuntut umat manusia menuju kepentingan kolektif sepanjang sejarahnya. Adalah tugas manusia pekerja yang dipersenjatai dengan metode ilmiah Marxisme dan dengan memanfaatkan materi pengalaman di masa lalu, untuk memahami: posisi apa dalam hubungan sosial yang harus diberikan umat manusia yang baru untuk cinta? Lalu aspirasi cinta seperti apa yang mampu menjawab kepentingan kelas yang memperjuangkan dominasinya?”

Pada akhirnya, buku ini menyediakan kunci penting untuk memahami kesalingterhubungan antara gender dan kelas, membuka pandangan satu-demi-satu pemahaman terkait hal-hal disekitar kita. Buku yang menarik untuk dibaca dan didiskusikan. Terjemahannya rapi dan mudah dipahami, serta ditulis dengan tidak berbelit-belit. Nice book

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Comments

Popular Posts