Nama Buku    : Filosofi Teras (Filsafat Yunani-Romawi Kuno untuk mental tangguh masa kini)

Penulis             : Henry Manampiring

Penerbit            : Kompas

Tahun terbit      : 2019


 

Krisis merupakan bagian paling krusial yang dapat terjadi kepada siapapun baik dialami individu maupun kelompok dan dapat terjadi dimanapun (organisasi, komunitas, perusahaan, hingga masyarakat). Karenanya, perlu adanya keterampilan dari individu maupun kelompok tersebut dalam menganalisis masalah-masalah yang ditimbulkan akibat krisis tersebut agar krisis tidak mempunyai potensi dan dampak bagi citra organisasi tersebut, khususnya jika krisis tersebut berkembang menjadi bencana besar yang berdampak di masyarakat. Kriyantono (2018:p195) menjelaskan, setidaknya ada tiga kemungkinan dampak krisis bagi organisasi lain yakni: (a) organisasi tutup, diakuisisi oleh organisasi lain atau dinyatakan bangkrut; (b) organisasi masih eksis tapi  mengalami kerugian finansial, kehilangan kepercayaan publik, dan kehilangan market share sehingga membutuhkan waktu untuk kembali; dan (c) organisasi dapat menjaga reputasi dan bahkan lebih baik dari saat sebelum ditimpa krisis. Bahkan jauh daripada dampak tersebut, krisis juga bisa terjadi dengan imbas yang lebih besar dan merubah lingkungan sekitar hingga menyebabkan kerusakan.

Seperti yang dapat kita liat dari video dokumenter berjudul The Exxon Valdez oil spill yang diunggah oleh akun Paulio Palomo pada 14 Februari 2017. Video berdurasi 38:59 tersebut menceritakan kasus krisis yang dialami perusahaan Exxon yang terjadi pada 24  Mret 1989 silam dimana terdapat kasus tabrakan kapal pengangkut minyak dengan batu besar di sekitar wilayah laut Valdez yang menyebabkan berliter-liter minyak tumpah di laut tersebut. Adapun dapt yang ditimbulkan, lingkungan laut mengalami pencemaran sehingga menyebabkan matinya hewan-hewan disekitar laut tersebut. Kasus ini cukup besar berdampak dan menjadi pusat perhatian dunia karena diperbincangkan di berbagai topik diskusi.

Kejadian tersebut jelas dapat dianalisis berdasarkan beberapa teori public relations seperti situational theory of the public, Situtional  Crisis Communication Theory, dan ditinjau dari bagaimana public relations perspektif lokal. Ketiga teori tersebut dipilih mengingat sesuai dengan bagaimana seharusnya public relations dalam perusahaan dapat menemukan strategi yang tepat untuk mengidentifikasi masalah tersebut. Dijelaskan bahwa, situational theory of the public (STP) bermanfaat untuk mengidentifikasi public sehingga dapat membuat kategori publik berdasarkan perilaku komunikasi dari individu dan efek komunikasi yang diterima individu tersebut (Kriyantono, 2017:p154). Artinya, teori ini membantu public relations untuk membuat target sasaran yang lebih spesifik sehingga pesan komunikasinya  benar-benar sesuai dengan kebutuhan sasaran lainnya. Sementara, Situtional  Crisis Communication Theory menurut Kriyantono (2017:p189) mengidentifikasikan bagaimana aspek dari situasi krisis dapat mempengaruhi atribusi tentang krisis dan reputasi yang dibuat oleh publik, memahami bagaimana respon stakeholder terhadap strategi krisis (crisis response) baik berupa simbol retoris maupun tindakan yang dibuat oleh praktisi publik relations, hingga menyediakan mekanisme melalui komunikasi untuk mengantisipasi reaksi publik terhadap krisis yang dapat mengancam reputasi organisasi.

Sebelum berbicara tentang perspektif lokal, bila kita runut bagaimana kasus perusahaan Exxon diatas dari perspektif situational theory of the public, maka kita dapat menerangkan bahwa selama proses krisis berlangsung, perusahaaan Exxon seolah tidak membuat target sasaran yang spesifik dalam langkah penanganan kasus dan terkesan salah strategi karena hal tersebut. Dalam teori ini, terdapat beberapa variable perilaku komunikasi dan persepsi situasi yang dijelaskan Grunig (dalam Kriyantono, 2017:157) dapat menjelaskan persepsi, sikap, serta perilaku komunikasi dari public yakni variable independent persepsi situasional yang digunakan untuk menjelaskan kemungkinan perilaku komunikasi yang akan terjadi, situasi yang mana pemrosesan informasi akan terjadi dan disituasi mana pencarian informasi terjadi, bagaimana mengidentifikasi public, dan bagaimana mendeskripsikan perilaku komunikasi dari public yang sudah diidentifikasi. Variabel ini terbagi atas empat sub yakni problem recognition, constraint recognition, referent criterion, dan level of involvement.

Pada kasus perusahaan Exxon, problem recognition ditemui dari bagaimana perusahaan menyadari bahwa ada sesuatu yang perlu diberikan perhatian dan diidentifikasi seberapa besar masalahnya bagi dirinya maupun orang lain. Artinya, pada saat kejadian tumpahan minyak itu terjadi, seharusnya perusahaan dapat mengidentifikasi bahwa imbas dari masalah atau krisis tersebut akan merugikan nelayan (orang yang sehari-hari menggantungkan hidupnya untuk mencari nafkah disitu) atau bahkan hewan dan kehidupan laut di sekitarnya. Tentu perusahaan seharusnya menyadari bahwa bila sebuah minyak jatuh di atas air, tentu hal tersebut akan mencampuri air yang ada dan menimbulkan sesuatu yang merugikan untuk lingkungan disekitarnya. Selanjutnya, untuk constraint recognition, yakni posisi dimana seseorang mempersepsi Batasan gangguan dalam suatu situasi yang membatasi kebebasannya untuk mengkonstruksi perilakunya. Pada sub variable level of involvement, variable ini merepresentasikan sejauh mana seseorang mengaitkan dirinya dengan objek di dalam situasi. Kriyantono (2017:p159) menjelaskan, jika seseorang ingin memersepsi dirinya sebagai bagian yang terlibat dalam suatu situasi, isu, atau masalah tertentu, ia akan semakin perhatian dan akan aktif mencari informasi terkait situasi, isu, dan masalah tersebut. Terakhir, dalam sub variable referent criterion, variable memrepresentasikan sikap yang telah dimiliki seseorang (the old attitude) yang menjadi dasar seseorang bertindak dalam suatu situasi. Variable ini diasumsikan sebagai pedoman atau aturan yang dipelajari seseorang dari situasi sebelumnya dan dimana dapat digunakan secara bebas dalam situasi yang baru. Jika hal ini seseuai, maka seseorang akan terus menggunakannnya sebagai dasar perilakunya. Sedangkan jika tidak sesuai, seseorang akan menyusun cara baru (kriteria baru) sebagai pedoman perilaku dalam situasi yang baru. Dengan demikian, Kriyantono (2017:p159) menyimpulkan bahwa semakin banyak yang dipelajari seseorang akan mengurangi kebutuhannya mencari informasi baru.

Sedangkan bila ditinjau dari Situtional  Crisis Communication Theory, seperti kita lihat, dalam menangani kasus krisis, perusahaan Exxon terlihat melakukan kesalahan pengambilan strategi atau tindakan yang notabennya semakin memperburuk kasus krisis tersebut. Hal tersebut terlihat dari tindakan pimpinan tertinggi Exxon, Rawl, yang menunjukkan sikap anti media, publisistas, dan jurnalis secara terang-terangan. Rawl juga tidak memberikan informasi lebih lanjut terkait kasus kebocoran minyak tersebut dan mengambil sikap no comment. Hal ini akhirnya justru malah memberikan tindakan yang meresahkan di mata masyarakat, dan membuat masyarakat menciptakan atribusi atau persepsinya terhadap krisis tersebut sehingga ini berdampak pada reputasi dari perusahaan yang di bangunnya.

Melihat dari hal tersebut, Rawl justru menyalahkan mitra kerjanya, Exxon Shipping atas terjadinya kasus tersebut. Public Relations perusahaan nampaknya menggunakan strategi respons primer dalam penanganan tipe krisis victim cluster bencana alam dimana perusahaan menyangkal kejadian tersebut dan berupaya memindahkan atau menghilangkan segala ketertarikan antara organisasi dan krisis dengan menyerng atau mengkritik atau berkonfrontasi dengan seseorang atau kelompok yng mengklaim bahwa organisasi tersebut bersaalah. Tetapi disisi lain, Exxon Shipping melalui pressconference juga mengatakan bahwa sebenarnya terdapat emergency procedures yang harus dilakukan pada saat menghadapi kebocoran. Meski hal tersebut tidak dilakukan dan menyebabkan pencemaran lingkungan dan matinya hewan-hewan di sekitar Laut Valdez., Exxon Shipping sudah berusaha sebisa mungkin meminimalisis krisis tersebut. Dalam pernyatan ini, nampak terlihat bahwa Exxon Shipping kembali melempar permasalahan tersebut kepada Exxon dan menyalahkannya. Disini, baik public relations kedua belah pihak sama-sama melakukan strategi respons primer dalam menangani kasus.

Dalam konferensi pers pada saat itu, Frank Larossi, yang saat itu menjabat sebagai presiden Exxon Shipping diberikan pengarahan oleh public relations dan pada akhirnya diserang secara verbal. Kasus ini semakin membuat geram dan marah publiknya, dikarenakan Exxon membiarkan kasus ini selama seminggu tanpa adanya informasi lebih lanjut. Pressconference yang dilakukan oleh Exxon Shipping juga tidak membuahkan hasil malah semakin memperburuk suasana dan hubungan dengan para nelayan yang terkena imbas dari peristiwa ini karena selama ini mengandalkan hidupnya dari Laut Valdez serta memperburuk kerjasama dengan para jurnalis. Meski sudah melakukan verifikasi terkait kerusakan akibat imbas tersebut serta membersihkan media yang menyiarkan peristiwa tersebut secara negatif, public telah menaruh reputasi negative kepada perusahaan yang dianggap lalai, tidak peduli terhadap masyarakat dan lingkungan. Hal ini berhubungan dengan kaitan reputasi dalam krisis dimana bila organisasi mengalami krisis, maka reputasi organisasi tersebut akan terancam dan hal tersebut tentu cukup mengganggu jalannya roda organisasi. Keterkaitan reputasi dan krisis dapat dijelaskan bila organisasi tidak dapat memberikan kebijakan yang tepat dalam merespons krisis di organisasi, maka secara tidak langsung dapat berimbas pada bagaimana reputasi organisasi tersebut di mata publik. Demikian jika kebijakan tersebut tidak dapat memenuhi harapan publik, maka reputasi dari organisasi akan terancam. Bila hal ini sampai terjadi, organisasi harus mampu menyelesaikan krisis yang lebih besar yang ditimbulkan oleh publik.

Bila melihat pada perspektif local, sejarah krisis dan reputasi relasi menentukan atribusi public terhadap tanggung jawab krisis (Kriyantono, 2017:p350). Dalam perspektif ini, budaya di lingkungan sekitar erat kaitannya dan selalu terlibat dengan segala aspek komunikasi yang terjadi. Akibatnya, bila dalam organisasi terdapat manajemen krisis, maka public relations atau actor di organisasi tersebut tidak melupakan komunikasi menggunakan pendekatan secara budaya. Selanjutnya, dalam menganalisis krisis dengan menggunakan strategi respons komunikasi krisis pada teori SCC, kita juga dapat menggunakan strategi respons sekunder dimana perusahaan atau organisasi dapat merencanakan strategi ini pada situasi krisis apapun, atau melengkapi strategi respons primer, atau sebagai strategi dalam memberikan informasi untuk menyesuaikan dengan lingkungannya dalam menjalin hubungan yang baik dengan public.

Sayangnya dalam kasus krisis tumpahan minyak ini, hal ini tidak dapat ditemukan mengingat Rawl justru melakukan kesalahan dengan muncul di TV dan memberikan pernyataan yang tidak tepat dan terlihat bersikap arogan serta tidak peduli terhadap publiknya. Rawl bahkan menolak mengakui kesalahan yang telah dilakukan oleh perusahaannya dan tidak mau meminta maaf kepada publiknya dan pihak-pihak yang dirugikan. Padahal, dalam tipe prioritas strategi respons primer, public relations dapat mengurangi krisis dan efeknya dengan meyakinkan public bahwa krisis tersebut tidak separah yang diberitakan atau ini juga masih menjadi tanggung jawab dari perusahaan untuk memperbaiki atau bisa menyangkalnya dengan mengaku bahwa krisis ini terjadi diluar kemampuan organisasi. Tetapi pernyataan Rawl justru malah memunculkan reaksi public untuk memboikot produk perusahaan Exxon dan akhirnya tidak percaya dengan perusahaan sehingga akhirnya perusahaan harus merugi dalam jumlah yang besar yakni mencapai 16 Milyar US dolar.

DAFTAR PUSTAKA

Kriyantono, Rachmat. 2017. Teori-teori Public Relations Perspektif Barat &. Lokal:  Aplikasi Penelitian dan Praktik. Jakarta: Kencana

Kriyantono, Rachmat. 2018. Public relations, issue & crisis management. Jakarta: Prenada Media


Yuni Lasari (NIM. 206120200111001) 


Gambar: Ilustrasi fungsi manajemen PR



Entah semestaa baik atau malah tidak, 

Hari ini di depan mataku aku lihat kalian. 

Saling tersenyum di pinggir jalan. 

Saling mengobrol santai dan sesekali saling pandang,

Awalnyaa aku pikir jaket merah itu hanya mirip seperti punyamu. 

Awalnyaa aku pikir itu orang lain yang punya gaya rambut sepertimu. 

Tapi kenapa rasanya dadaku sakit sekali melihat orang asing?

Di atas motorkuu yang biasanya kita naiki sama sama, 

Aku pelankan kecepatan. 

Aku beranikan klakson berkali-kali dengan harapan bahwa kau takkan menoleh 

(karena kalau menoleh mungkin aku lebih tidak sanggup lagi). 

Tapi itu betul kauu. 

Benar benar kau yang matanya selalu hangat.. 

Dan setelah kupastikan ketiga kali dengan melewati jalur yang sama, 

jawabannya tetap sama. 

Itu benar kau.


Entah ini karena semesta baik atau tidak, 

Aku malah ingin kau terus melirik ke arahku. 

untuk memastikan bahwa itu memang kau.

tapi obrolanmu sungguh asik. 

kau takkan menoleh.

panass piluh di pipiku tiba-tiba membangkitkan rasa gemetar.

tanganku bahkan ikut berdetak seperti dadakuu yang tidak bisa diam. 


Entah ini karena semesta baik atau tidak, 

aku terus mengejar motormu. 

di belakangmu, aku menyaksikan keindahan.

dua insan sedang saling memadu.

dan aku adalah pengganggu




Q = “Selamat sudah menerbitkan buku pertamamu, Nil. Bisa kamu ceritakan buku apa ini?”
A = “ Well, meski ini cukup terlambat untuk dirayakan, tapi terima kasih sudah mengapresiasi buku ini. Sebenarnya, buku ini adalah buku yang sudah lama banget pengen saya terbitkan. Draftnya saya ingat banget sudah saya tulis sejak jaman kuliah di tahun 2015. Karena judulnya ‘Radio Announcing’, jelas buku ini adalah buku kepenyiaran yang berisi tips, trik, dan materi-materi keradioan untuk pemula.”

Q = “Kenapa baru tahun ini kamu terbitkan buku ini?”
A = “Hmmm, agak Panjang bila harus menceritakan tentang ini ya. Sebenarnya, bagi saya, menulis adalah bertarung dengan diri sendiri. Saya selalu merasa takut menulis karena saya merasa harus bertanggung jawab dengan semua tulisan-tulisan yang ku tulis itu. Pada awalnya, saya malah tidak pernah memikirkan draft ini akan terbit pertama sebagai sebuah buku yang sekarang kalian nikmati. Jangankan memikirkannya, aduhh, saya gak sanggup kalau harus nulis serius. Tapi, awal tahun ini, rasanya banyak yang terjadi dalam diri saya yang membuat saya banyak berfikir. Saya pengen menunjukkan karya saya secara riil tanpa omong doang seperti biasanya. Lalu, bulan demi bulan, banyak sekali orang yang mensupport saya, dan akhirnya April tahun ini, buku ini lahir.”

Q = “Ceritain dong proses nulis buku ‘Radio Announcing’? Banyak yang penasaran kan karena buku ini tiba-tiba meledak di bulan April.”
A = “Hehehe kelihatannya begitu ya. Hehehe. Sebenarnya seperti yang saya bilang tadi, draft buku ini sebenarnya sudah ada sejak lama. Saya sudah mengumpulkan beberapa teori dan menambahkan sisanya tahun ini. Untuk proses menulis, saya lebih focus menulis serius untuk merampungkan buku ini sejak awal bulan Januari hingga Februari 2020. Biasanya saya mengerjakannya di perpustakaan kota Malang atau di kamar sih. Sendirian saja supaya lebih focus. Nah baru setelah draft ini selesai, saya diskusikan dengan beberapa teman yang sudah biasa menulis buku, untuk tanya-tanya seputar proses cetak buku.”

Q = “Berarti setelah nulis, prosesnya berlanjut ke cetak ya?”
A = “ya tidak langsung begitu. Tapi ada proses revisi dulu. Lalu beberapa kali diskusi untuk proses pemilihan cover. Cover buku ini di bantu sepenuhnya oleh Ronaldo Yusron. Keren sekali kann dia membuatkan covernya? Hehhe. Lalu setelahnya saya juga di bantu oleh Franqi Kharisma dan Imanuel Okto Ferandi untuk beberapa hal yang berhubungan dengan promosi dan penerbitan. Beruntung juga, banyak orang di sekitar yang juga mensupport.”

Q = “Jadi kalau boleh dijelaskan lagi, di dalam buku ini, apa yang ingin kamu ceritakan dan kamu bahas?”
A = “Selama ini, sulit sekali menemukan referensi buku yang tepat untuk belajar ilmu keradioan secara praktis. Sumber bacaannya juga sedikit, padahal keradioan dewasa ini merupakan hal yang paling sering di gandrungi oleh banyak kalangan karena sifatnya yang bersahabat dan cepat. Melalui buku ini, saya pengen mengumpulkan beberapa materi-materi keradioan yang tepat yang selama ini kita temui. Ada lima skill yang harus dimiliki penyiar diantaranya Announcing Skill, Journalism Skill, Operating Skill, Musical Touch, dan Marketing. Mudah-mudahan dengan memahami skill kepenyiaran dasar tersebut, penyiar dapat melakukan tugasnya dengan baik.”

Q = “Oh ya, yang menarik dari bukumu adalah kamu membuat semacam merchandise official untuk masing-masing pre order. Itu apa sih?”
A = “Heheehe sebenarnya itu hanya seru-seruan saja sih. Saya dari dulu pengen banget bisa punya karya yang tidak hanya disimpan, tapi juga bisa dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Nah waktu saya menerbitkan buku ini, saya pengen banget punya official merchandise yang limited edition dan hanya dibuat untuk beberapa orang yang pre order buku ini. Alhasil, di pre order pertama pada April lalu, saya buat dua official merchandise yakni bucket hat dan totebag. Kemudian di pre order kedua pada Mei 2020, saya buat dua official merchandise lagi yakni bucket hat dan tumblr.”

Q = “kamu belum cerita soal pre order kedua.”
A = “Sebenarnya saya malu cerita soal ini. Saya dari awal tidak pernah membayangkan buku ini akan diterima secara massive oleh banyak orang. Saya sangat terharu dengan apresiasi teman-teman yang mensupport saya untuk tetap menambah jumlah buku ini di pasaran. Ya karena pre order 1 sudah berakhir, beberapa teman saya yang ketinggalan pengen banget punya buku ini. Jadi ya akhirnya mau tidak mau saya buka pre order 2.”

Q = “karena pandemic, saya pikir kamu tidak akan bisa me-launcing buku ini segera ya. Bagaimana cerita launcingnya?”
A = “Kalau launching buku, beruntung saya dibantu oleh banyak teman yang baik. Buku ini sebenarnya launcing pada 30 April 2020. Tapi karena pandemic, beberapa event tidak jadi di gelar. Akhirnya, saya mengajak Firdha Umari untuk menjadi host dalam launcing buku saya di live Instagram di tanggal yang sama. Lalu setelah itu, beberapa kolaborasi datang dari Berani Bicara, Manilkanews, Tebuireng Online, LPM Papyrus, dan masih banyak lainnya.”

Q = “Setelah buku ini selesai promosi, apa rencanamu selanjutnya?”
A = “Wahh banyak sekali rencana-rencana dalam bucket list saya yang dari dulu belum terkabul. Saya pengen mencoret salah satu rencana tersebut untuk planning ke depan saya. Mungkin satu karya lagi saya harapkan dapat lahir lagi untuk menutup tahun ini. Sayangnya saya ga bisa cerita banyak hehee”

Q = “Oke terakhir, yang bakal hadir, fiksi apa non fiksi?”
A = “Fiksi.”
Q = “senang mendengarnya.”