Dulu, aku punya seorang teman.
Kebiasaanya yang selalu ku kritik adalah menghilang dan lari dari kenyataan.
Aku selalu lihat dia bahagia, hidup dengan banyak keberuntungan yang aku inginkan.
Dia tak pernah kesusahan mendapatkan buku yang aku incar,
Dia tak pernah kesulitan mengerjakan seluruh soal yang aku kerjakan.
Bagiku saat itu, dia adalah pusat dunia orang lain.
Itu sebabnya dia nampak terlalu bercahaya di mata semua orang yang melihatnya.

Tidak seperti manusia lain, aku mengkritiknya karena payah telah mencoba pura-pura lemah.
Ku bilang dia tidak punya alasan melakukan itu.
Menghilang dan lari dari kenyataan hanyalah kebiasaan yang bisa dilakukan orang yang tak punya harapan.
Temanku itu hanya tersenyum. Dia tak pernah sedikitpun membalas ocehanku.
Empat tahun kami berteman, temanku terus melakukan itu.
Dan aku menyerah menasehatinya.


Hari ini,
Di tengah kebisingan jalanan dan panas matahari siang bolong,
Aku melakukan hal bodoh yang aku tidak sukai dari temanku itu.
Menghilang dan lari dari kenyataan.
Lalu detik ini pula, aku menyadari jawaban dari pertanyaan bodoh dan kurang ajarku pada temanku dulu.


Menghilang dari mata satu manusia yang sering kita temui bukan berarti lalu sirna. Hilang ditelan bumi atau mati di kubur hidup hidup seperti kita tidak ada lagi. Melarikan diri dari kenyataan juga bukan berarti hilang tanggung jawab. Sontak kemudian hanyut dalam dunia malam, lupa ingatan, atau kemudian tidak mengenal siapa siapa lagi di hari berikutnya kita hidup. 

Aku baru sadar, bahwa menghilang dan lari dari kenyataan yang dilakukan temanku dulu dan aku saat ini adalah membiarkan diri kita keluar sementara dari topeng dan memberi waktu baginya merasakan hidup sekali-kali. Meski dalam kegiatan menghilang dan melarikan diri itu kita masih akan terus menanggung pikiran tentang apa yang kita tinggalkan, hidup hari itu akan membuatmu sedikit bernafas seperti manusia bodoh yang tak salah apa-apa. Meski dalam kegiatan menghilang dan melarikan diri itu, kita pastilah akan terus berfikir tentang keberadaan orang-orang yang kita sayangi. Kita akan bertanya-tanya 'apakah mereka mencari?' tapi dalam  pelarian itu, kita masih akan menemukan jawaban bahwa semua orang yang akan kita sayangi akan lebih bahagia. Menghilang dari lari dari kenyataan adalah obat alam bagi mereka yang merindukan nafas alami kehidupan. Tidak melulu dikejar bau pabrik, panas komputer dan suara ketik keyboard di kantor, tetapi aroma rambut diri sendiri hingga kasar tangan yang dikepal sendiri. 

Di tengah ritual menghilang dan lari dari kenyataan ini, aku menyadari kalimat ku yang jahat kepada temanku dulu tentang kebodohanku yang tak tahu bahwa ritual ini sangat indah untuk dinikmati. Ternyata benar kata pepatah, orang bodoh akan selamanya bodoh. Bahkan Enstein pun pernah mengatakan bahwa pusaran kebodohan itu takkan pernah berubah dari porosnya. Kini aku menyadari bahwa teman istimewaku yang sempurna itu, ternyata juga manusia biasa yang muak menjadi mesin bagi manusia lainnya. Kebodohanku ini akhirnya menyimpulkan satu hal lagi.


Bahwa seringkali, waktu bergerak sangat lambat berjalan dalam sehari sekalipun kau sibuk berlarian dilapangan yang luas atau kau sibuk berkendara naik motor keliling kota dan terjebak dikemacetan jalanan yang sempit. Sore masih terlihat sangat lama dapat kau rasakan. Tapi saat kau duduk manis di depan teras rumah dan tak melakukan apapun, waktu sangat cepat berlalu seperti angin. 

Aku hanya ingin pesan satu hal, Nil. Jadilah Manusia. Kau bukan Mesin -Nil




Aku rasa aku terlalu muak untuk bicara banyak gelisahku kepada semua orang.
Semua orang menertawakanku.
Mendoakanku.
Mereka bilang kamu tak lagi mencintaiku.
Kamu tak lagi merindukanku. 
Kamu tak lagi mencariku sebagai seseorang yang berguna dan penting untuk dicari.
Semua yang aku ceritakan, mereka bilang adalah sebuah jawaban bahwa aku harus melepasmu dengan cepat.
Membuatku terus-menerus berharap dapat menutup telinga, mata, dan pikiranku.
Mengungkap kata tidak kepada semua yang tak mendukungku.
Tapi faktanya,
Kau memang sudah berbeda.
Dan aku mau tak mau setuju 

-Nil




Tepat delapan bulan yang lalu,
Aku menemukan seorang laki-laki yang pemberani.
Dia menelponku tengah malam, dan bicara bahwa ada rasa dalam hatinya yang menyuruhnya mendekatiku.
Dia mengatakan bahwa rasa itu tak biasa.
Dia mengatakan bahwa aku istimewa.
Dia mengatakan banyak kegelisahan yang ia pikirkan bila ia bersamaku.
Dan mengatakan banyak keindahan yang ia dapat rasakan bila menjalani hari bersamaku.
Singkat cerita, aku menerima laki-laki itu dengan harap dan cita.
Aku mulai percaya bahwa ia adalah yang terakhir, yang nantinya dengannya aku akan baik-baik saja.
Aku mulai percaya mimpi. 
Aku mulai percaya dan berpegang erat kepada laki-laki itu.
Aku mulai membuka topengku di depan dia.
Sembari berkata, “ini aku yang sebenarnya. Apa kau bisa terima?”
Dan lelaki itu menjawab iya.


Hari-demi-hari sejak hari itu,
Laki-lakiku tumbuh menjadi pria yang sempurna dimataku.
Baru kali itu, aku mendapat cinta yang luar biasa banyak.
Yang setiap hari memberiku cinta yang hangat.
Yang setiap hari selalu ada.
Bagiku dia adalah segalanya yang pernah kudapatkan.
Lalu laki-laki itu menjadi yang paling berharga dimataku.
Laki-laki itu mengubah duniaku.
Dari yang luas, aku mulai menyimpulkan mengecilkan wilayahku.
Aku mulai hidup berdua dengannya.
Bercita cita selalu berdua bahagia.
Dan memberitahu dunia bahwa hidup sudah baik-baik saja dengan dia.
Aku tak butuh yang lainnya.


Seketika itu pula,
Lelaki itu menoleh ke belakang.
Dia meninggalkanku dengan harapan dan pergi tanpa satupun pesan.
Katanya untuk membuatku merasa dewasa, ia memilih menjauh.
Tetapi aku sudah menjadi boneka yang jantungnya adalah dia.
Aku selalu merasa tak dapat bernafas dengan baik bila ia menyakiti rasa ini.
Aku selalu tertekan, tapi aku bahagia merasa tertekan.
Hal itu kulakukan lagi dan lagi.
Jatuh, sakit, jatuh, terjatuh, sakit, lalu sembuh lagi.

  
Aku mencintai laki-laki itu lebih dari yang aku kira.
Aku tak pernah membayangkan bahwa laki-laki itu dapat begitu mudahnya menjadi nadiku,
Saat darah yang hangat dan panas itu tau tau sudah dibutakan oleh dia.
Aku tak pernah membayangkan jatuh cinta sampai aku dicampakkan.
Aku tak pernah membayangkan dapat susah tidur sedemikian rumit hanya karena laki-laki ini.
Aku tak pernah membayangkan hal ini.
Aku mencintai laki-laki ini sampai membuatku gila.
Aku menutup mata, telinga, dan rasa pada yang lain.
Dan mulai berharap apa yang orang lain kabarkan jelek tentangmu tak pernah masuk ke dalam realitaku.

Aku mulai berharap kau mati bersamaku.
Merasakan rindu yang sedemikian mencekam.
Merasakan rasanya sakit yang menyenangkan.
Menunggu orang yang kita cinta.
Aku ingin kamu merasakan dunia berjalan sangat lambat dari yang kamu harapkan,
Dan kamu seakan terbakar dengan api setiap kali kamu liat detik menit dan jam berputar sangat lama.
Aku ingin kamu merasakan cemburu. Melihat pasanganmu bersama dengan yang lain. Tertawa dengan yang lain.
Aku ingin kamu merasakan. Bahwa dalam tidurpun, tak ada satu detik tersisa tanpa memikirkanmu.
Hingga malam menjadi musuh bagi detak jantung yang sahut menyahut di antara bantal dan guling kamarmu.
Aku merasakan itu sebulan.
Kamu merasakannya selamanya.

4 Juli 2017
@ruang humas
Ketika aku letih menghitung tanggal dan jam dan aku ketakutan melewati tiap hari

Sebelum aku bertemu denganmu Sabtu depan