DAMPAK ENCROACHMENT DALAM PRAKTEK PUBLIC RELATIONS

, , No Comments


Yuni Lasari (NIM. 206120200111001) 


Gambar: Ilustrasi fungsi manajemen PR


Meskipun kita menyadari bahwa Public Relations merupakan posisi manajerial paling penting dalam perusahaan maupun organisasi, masih banyak sekali kita temukan posisi ini terisi oleh orang-orang yang bukan berlatar belakang Pendidikan ilmu Public Relations atau ilmu komunikasi. Dalam prakteknya dilapangan, pemimpin perusahaan atau organisasi tersebut biasanya menempatkan beberapa orang yang dipercayainya dari non-public relations untuk melakukan peran manajerial praktisi public relation dan banyak pula yang akhirnya menggandengkan posisi ini dengan profesi marketing agar dapat memadatkan struktural. Kita dapat melihat dari contoh misalnya, seorang dosen Fakultas Ilmu Pendidikan yang dipercaya mengambil jabatan sebagai Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Humas, atau Praktisi professional teknik yang menduduki Kepala Public Relations, atau pejabat esselon empat yang langsung menjadi director Public Relations. Lambat laun, posisi public relations digantikan dengan para non-public relations dan membuat fungsi manajemen humas tidak berjalan sedemikian adanya.

Fenomena semacam ini dijelaskan oleh Kriyantono (2014:p267) sebagai teori encroachment yang dapat diartikan juga sebagai mengambil alih kewenangan  orang lain. Dozier (1988; Lauzen 1991,1992; laborde, 2005) dalam Dita (2018) menjelaskan encroachment terjadi ketika ada penugasan professional non-PR mengelola fungsi Humas. Sementara Lauzen dalam Kriyantono (2014:p267) mengungkap, dalam organisasi pengambilalihan (encroachment)  dapat terjadi ketika pimpinan organisasi atau top managemen mempekerjakan, mempromosikan, atau memindahkan individu dari beberapa department dan atau profesi lain di luar department public relations untuk melakukan peran manajerial praktisi Public relation. Alih-alih untuk pengecilan struktural, public relations sering disandingkan dengan dianggap sama dengan marketing yang tugasnya menjual, memasarkan, dan menciptakan brand produk untuk dipasarkan dan diperkenalkan kepada masyarakat luar. Seperti ketika kita mengamati praktisi public relations yang bekerja di hotel atau event organizer, fungsi mereka berganti menjadi pemasaran dan sering berbenturan dan bersinggungan satu sama lain.

Kesamaan yang mendasari hal ini, disebut Lauzen dalam Kriyantono (2014:p267) terletak pada domain kerja dan persepsi bahwa fungsi komunikasi dalam organisasi dapat dipertukarkan berkontribusi pada masalah ini. Orang-orang yang berprofesi sebagai marketing dianggap lebih paham produk apa yang akan mereka jual dan pasarkan, dan berbeda dengan orang public relations yang produknya terlihat abstrak dan tidak terlihat. Sebagai contoh, seorang marketing dan public relations akan memiliki pekerjaan yang tumpang tindih selama bekerja menggunakan media sosial. Dalam jurnal yang ditulis oleh Maxine Gesualdi (2018) yang berjudul Revisiting the Relationship Between PR and Marketing: Encroachment & Social Media, disebutkan bahwa PR dan marketing sering kali mengandalkan juru bicara seperti youtube dan selebgram yang memberikan kredibilitas dan eksposur produk dan layanan. Mereka mengelola akunnya secara pribadi dan tentu brand yang diciptakan masing-masing juru bicara tersebut tidak dapat diciptakan dan dibuat oleh public relation maupun marketing yang membayar mereka. Akhirnya, baik PR maupun marketing hanya bertugas memasarkan dan tidak menjalankan fungsi kehumasan lainnya yang lebih penting seperti conseling, research, media relations, publicity, public affairs, issues management, financial relations, multicultural relations, special event, dan hanya berpusat pada marketing communication.  

Masih banyak contoh perilaku dan fenomena Encroachment yang sering kita lihat di sekitar kita terkait peran public relations ini. Kriyantono (2014:p268) menjelaskan setidaknya ada beberapa faktor penyebab yang mempengaruhi maraknya fenomena ini yakni diantaranya: (1) Pemahaman yang salah terhadap fungsi public relations bagi operasional organisasi. Disinilah, leader atau top managemen diharapkan mampu memiliki pandangan yang luas terhadap pemahaman aktivitas public relations.  Hal ini mengingat, PR tidak hanya terkait pada aktivitas teknis seperti membuat naskah press release,  konferensi pers dan menulis naskah pidato rektor atau pimpinan, melainkan juga menjamin relasi positif antara organisasi dan public, konsultan bagi manager untuk mengidentifikasi isu atau masalah sekaligus merencanakan solusi, fasilitator komunikasi, dan tentunya bertanggung jawab dalam proses koordinasi dan Kerjasama berbagai elemen organisasi; (2) Budaya organisasi yang tertutup, yakni menyebabkan pandangan bahwa informasi bukanlah milik public yang mesti dibagi; (3) masih sedikitnya praktisi yang berlatar belakang Pendidikan public relations sehingga kurangnya pengetahuan tentang PR bisa memicu persepsi manajemen bahwa praktisi public relations  tidak berkompeten sehingga tidak menempatkan pada posisi yang seharusnya; (4) encroachment dapat terjadi jika praktisi public relations tidak memiliki akses langsung kepada kelompok dominan seperti pimpinan yang memiliki wewenang.

Fenomena encroachment ini tidak hanya terjadi pada perusahaan atau organisasi yang kecil dan baru tetapi juga dapat terjadi di semua perusahaan, seperti PT Telkom Indonesia. Dalam Jurnal yang ditulis Papilaya Dita, Kriyantono Rachmat, dan Wulandari Maulina Pia (2018) yang berjudul Level of Encroachment Effect to Excellent Public Relations: A Study on communication leaders Activity at PT Telkom Indonesia, mengungkap pengaruh dari tiga jenis encroachment yakni authority encroachment, structural encroachment, dan functional encroachment dalam teori praktek Public Relations di PT Telkom Indonesia. Dengan menyebar kuesioner online ke-55 komunikasi leader yang berlokasi di seluruh Indonesia, jurnal ini menunjukkan tingkat humas pada PT Telkom Indonesia belum bisa dibilang sangat baik karena salah satu faktor yang mempengaruhi penerapan dari principle of excellences belum dirasa optimal. Menurut jurnal tersebut, praktek encroachment masih sering ditemukan dan ketiganya masih memiliki korelasi dan pengaruh terhadap keberhasilan public relations. Dalam penjelasan Lee (2005), encroachment terdiri atas tiga jenis yakni authority encroachment (melibatkan penugasan pribadi yang salah untuk mengelola department humas), structural encroachment (ketika department humas berada di bawah kendali pihak lain), dan functional encroachment (ketika unit personalia atau non humas melakukan pekerjaan yang difungsikan oleh humas atau PR). Berdasarkan data ditemukan bahwa tiga jenis encroachment tersebut telah korelasi dan memiliki pengaruh keberhasilan pada penerapan principle of excellences.

Encroachment jelas berdampak negative bagi praktik public relations dilapangan. Meski demikian, upaya mengurangi dampak encroachment dapat dipengaruhi dua faktor manajemen dan praktisi public relations. Pada faktor manajemen, seharusnya manajemen dapat memberikan kewenangannya kepada praktisi public relations untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik seperti membuka akses bahkan menjadi anggota kelompok dominan. Dengan menjadi anggota koalisi dominan ini, PR harus memiliki kesempatan terlibat langsung dalam aktivitas organisasi dan melaksanakan fungsi manajemen di bidang komunikasi. Public relations juga perlu menerapkan prinsip kompetensi the right person to right place sehingga fungsi PR dapat diserahkan kepada individu yang berkompeten dan diberikan otonomi untuk menjadi department tersendiri sehingga dapat melaksanakan fungsi tersebut. Sementara pada faktor praktisi dijelaskan bahwa praktisi PR harus memiliki kemampuan teoritis dan aplikatif terhadap bidang pekerjaannya. Praktisi PR harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang fungsi PR, dapat membuktikan bahwa keberadaannya sangat vital bagi organisasi atau perusahaan, hingga kreatif dalam menghubungkan kebutuhan public dengan kebutuhan organisasi. (YUNI)

Daftar Pustaka:

Dita, Papilaya, Kriyantono Rachmat, dan Wulandari Maulina Pia, 2018. Level of Encroachment Effect to Excellent Public Relations: A Study on communication leaders Activity at PT Telkom Indonesia. [JOURNAL] RJOAS, 4(76). Di ambil dari DOI https://doi.org/10.18551/rjoas.2018-04.22. Di ambil tanggal 22 November 2020

Gesualdi, Maxine. 2018. Revisiting the Relationship Between PR and Marketing: Encroachment & Social Media. [JOURNAL] Public Relations Review. Di ambil dari https://doi.org/10.1016/j.pubrev.2018.12.002. Di ambil tanggal 22 November 2020

Kriyantono, R. (2014). Teori public relations perspektif barat & local: aplikasi penelitian dan praktik. Jakarta: Kencana Prenadamedia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment